‘’Pemuda pada masa 1928 yang kemudian disebut angkatan 28 tidak terlalu berbeda dengan pemuda pada masa sebelumnya yaitu memiliki semangat untuk bersatu, lepas dari penindasan dan penguasaan oleh penguasa. Sumpah Pemuda merupakan peristiwa sejarah yang menegaskan terhadap ikatan persatuan dan kesatuan kelompok pemuda di tanah air.’’
SEJARAH Indonesia adalah sejarah kaum muda, begitulah kata pengamat politik, Ben Anderson. Setiap babakan sejarah, kaum muda selalu menjadi motor penggerak perubahan zaman. Sederet fakta telah menegaskan tentang kepeloporan pemuda. Lihat saja yang dimulai dengan Kebangkitan Nasional 1908 dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo, kemudian 1928 dengan adanya ikrar dan pemuda-pemudi dari seluruh tanah air mendeklarasikan Sumpah Pemuda, era proklamasi 1945 di mana yang menjadi tokoh-tokoh perintis kemerdekaan adalah kaum muda, dan di tahun 1966 yang ditandai dengan lahirnya orde baru, sampai perjuangan mahasiswa yang berhasil melengserkan Soeharto pada 1998 dikenal dengan era reformasi, semua fakta sejarah bangsa tersebut tidak lepas dari perjuangan kaum muda atau dengan kata lain bahwa tidak ada perubahan tanpa peran kaum muda. Memang dalam perjuangan selalu ada hambatan dan kesulitan, bahkan darah dan airmata menjadi taruhan. Coba kita tengok ke belakang selalu ada yang dikorbankan, tahun 1966 seorang mahasiswa UI ditembaki mati oleh aparat saat berdemonstrasi, dan itu menjadi akhir dari orde lama, dan yang masih segar dalam ingatan kita empat mahasiswa Trisakti meregang nyawa ditembaki oleh aparat militer pada demonstrasi 1998 dan ini menjadi awal era reformasi. Sayangnya perjuangan kaum muda, cenderung dilupakan dan dipinggirkan, kaum muda penting di awal, tapi tidak penting di akhir, perannya begitu didambakan untuk mendorong perubahan tapi setelah itu ditinggalkan.
Kembali ke sejarah 1928, bahwa gerakan politik kepemudaan itu dimulai atas penyadaran bahwa pemuda Indonesia harus bersatu dan perlunya satu organisasi pemuda Indonesia yang seasas, guna menyatukan kekuatan mereka, guna mencapai cita-citanya dan Sumpah Pemuda adalah jawaban tegas terhadap politik Devide At Impera pemerintahan kolonial Belanda, dan akhirnya tepat 28 Oktober 1928 melalui suatu kongres yang dihadiri oleh berbagai utusan kepemudaan dari berbagai daerah mendeklarasikan semangat persatuan yang dituangkan dalam deklarasi sebagai berikut :
1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertanah air satu, tanah air Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia.
Pemuda pada masa 1928 yang kemudian disebut angkatan 28 tidak terlalu berbeda dengan pemuda pada masa sebelumnya yaitu memiliki semangat untuk bersatu, lepas dari penindasan dan penguasaan oleh penguasa. Sumpah Pemuda merupakan peristiwa sejarah yang menegaskan terhadap ikatan persatuan dan kesatuan kelompok pemuda di tanah air. Deklarasi Sumpah Pemuda memiliki arti yang sangat mendalam bagi cikal bakal ide terwujudnya Negara Persatuan dan Kesatuan Indonesia, rasa nasionalisme begitu menggelora dan membara seakan-akan para pemuda melepaskan status kedaerahannya. Sumpah Pemuda merupakan momentum yang berhasil menyatukan pemuda se-Indonesia dalam satu ikatan kebangsaan, perasaan senasib, sepenanggungan yang diderita oleh pemuda khususnya, telah memberikan kesadaran kritis terhadap situasi yang dihadapinya yaitu penjajah Belanda sebagai musuh bersama (common enemy) telah membangkitkan kesadaran kolektif pemuda untuk melawan, tentunya bukan hanya dengan laras senjata akan tetapi melalui advokasi dan propaganda yang secara terus menerus dilakukan sebagai bentuk nyata dari perjuangan kaum muda. Perjuangan kaum muda pada saat itu membawa perubahan sosial yang mendalam bagi masyarakat, terutama di bidang pendidikan dan setelah itu muncul sejumlah orang Indonesia yang belajar untuk menyerap ide-ide baru dan pemuda-pemuda ini adalah orang Indonesia yang pertama mendapat pendidikan barat yang pertama kali berhubungan dengan dunia luar. Dari pendidikan ini muncullah pejuang-pejuang muda yang kaya akan ide dan konsep untuk melawan penjajah.
Berkaca dari perjuangan pemuda mulai dari 1908, 1928, 1945, 1966 sampai 1998 tentunya bukan sedikit waktu dari hidup mereka, mereka sisihkan untuk perjuangan demi bangsa dan negara. Pertanyaannya bagaimana dengan pemuda di zaman saat ini. N. Doeldjani menjelaskan bahwa generasi muda saat ini menghadapi empat masalah, yaitu bidang ekonomi-edukatif, biologis-fisik, sosial-patologis, dan psikologis. Untuk masalah yang pertama mengambil bentuknya pada terbatasnya fasilitas pendidikan dan lapangan kerja. Kedua, gizi buruk, perkawinan di bawah umur dan tuna fisik, ketiga, tuna susila dan tuna mental dan kenakalan remaja, keempat, kekurangpastian terhadap masa depan yang akan mengakibatkan frustasi atau kekecewaan kaum muda. Berbagai persoalan yang dihadapi oleh kaum muda itu sebagai bagian dari gambaran masyarakat yang sedang mengalami perubahan dan perubahan sosial yang dipengaruhi oleh globalisasi itu berimplikasi serius terhadap perkembangan pemuda. Menurut Dawam ada dua (2) tantangan yang dihadapi pemuda di abad 21 yakni pertama, menghadapi implikasi dari proses globalisasi ekonomi, politik dan kultural yang berasal dari negara-negara maju, dalam kondisi inilah generasi muda harus mampu membawa bangsanya dalam proses integrasi masyarakat internasional. Hal ini menyangkut kemampuan bangsa Indonesia secara teknis profesional bersaing dengan bangsa-bangsa lain terutama di bidang Iptek. Kedua, adalah tantangan yang menyangkut proses demokratisasi dari segi ekonomi, sosio-kultural dan politis. Menurut Kementerian Pemuda dan Olahraga, bahwa pemuda mengalami misorientasi dalam menatap masa depan yang cenderung melihat politik sebagai panglima, hal ini senada juga yang disampaikan oleh Gubernur Sulawesi Utara S.H. Sarundajang, bahwa masyarakat lebih cenderung Politic Minded, akibatnya masyarakat berlomba-lomba merebut kekuasaan di bidang politik, seharusnya lebih diarahkan pada bidang ekonomi (economy minded).
Secara jujur dan gamblang, penulis harus jujur menyakini bahwa generasi muda saat ini banyak yang sudah mulai terkikis jiwa nasionalismenya, rasa patriotisme, rasa cinta tanah air mulai hilang dengan gejala-gejala pragmatisme dan hedonisme. Kecenderungan pemuda untuk lebih serius lagi melihat persoalan bangsa mulai memudar, mereka lebih cenderung pada kehidupan yang lebih glamour dan hura-hura. Sikap kritis dan semangat juang hanya berlaku temporer sifatnya, tidak ada keteguhan hati dan komitmen moral untuk terus mengawal proses demokrasi yang sudah berjalan. Untuk itu diperlukan reformasi kepemudaan untuk membuat pemuda tumbuh dalam kapasitas dalam menjawab persoalan kebangsaan, memiliki daya saing tinggi, memiliki kekuatan dan daya tumbuh yang kuat, yaitu:
1. Pemberdayaan pemuda: adalah upaya yang dilakukan secara sistematis guna membangkitkan potensi pemuda agar berkemampuan untuk berperan serta dalam pembangunan, memposisikan pemuda sebagai potensi dan kader yang harus dikembangkan.
2. Pengembangan pemuda: upaya sistematis yang dilakukan untuk menumbuhkembangkan potensi kepemimpinan, kewirausahaan dan kepeloporan pemuda.
3. Perlindungan pemuda: upaya sistematis yang dilakukan dalam rangka menjaga dan menolong pemuda terutama dalam hal-hal seperti demoralisasi, degradasi nasionalisme, penetrasi paham-paham non-pancasilais dan pengaruh destruktif seperti narkoba dan HIV-AIDS.
Inilah yang seharusnya menjadi tantangan bagi generasi muda untuk tetap eksis memperjuangkan jati diri bangsa sekaligus teguh untuk tetap pada pendiriannya sebagai agen pelopor, agen perubahan dan tulang punggung bangsa.
Posisi dan peran wadah berhimpun seperti KNPI dalam menjawab tantangan pemuda ke depan tentunya adalah hal yang tidak ringan. Bila melihat ide awal pendirian KNPI secara kelembagaan adalah sebagai wadah komunikasi antar pemuda Indonesia, maka terdapat paling tidak dua aspek yang ingin dicapai, pertama, KNP sebagai wadah berhimpun untuk merekatkan berbagai latar kepemudaan yang beragam, kedua, sebagai wadah pemersatu pemuda Indonesia dari Sabang sampai Merauke, yang secara simbolik merupakan bagian dari penjabaran nilai-nilai Sumpah Pemuda. KNPI selain sebagai tempat wadah berhimpun di antara pemuda Indonesia juga sebagai tempat semacam laboratorium kader, dan terbukti mampu melahirkan pemimpin-pemimpin dan tokoh-tokoh nasional maupun lokal yang turut ambil bagian dalam upaya pelaksanaan program pembangunan. Di tengah berbagai persoalan dan tantangan pemuda ke depan, KNPI sejatinya mentransformasikan diri menjadi kekuatan civil society yang hadir, kuat, berdaya, kritis, kreatif, inovatif dan memberikan solusi atas berbagai permasalahan yang berkembang di masyarakat. KNPI harus mampu menggerakkan fungsinya sebagai artikulator, dinamisator, fasilitator dan mediator untuk senantiasa menciptakan ruang publik yang bebas dan menghubungkan segenap potensi kepemudaan yang dapat terefleksikan secara substantif dan orisinil.#